Sekapur Sirih Kampung Inggris
Berbicara tentang Kampung Inggris tidak lepas dari kronologis atau dilatar-belakangi sejarah keberadaannya yang muncul secara alamiah dari keberadapan dan proses sosialogi antropologi manusia dalam memperrtahankan kehidupan dengan cara menyebarkan pengaruh dalam kehidupan masyarakat baik berupa paham, budaya, norma dan keyakinan hingga tercipta beberapa kelompok-kelompok masyarakat, pada masanya ada kalangan santri, abangan, dan petani.
Lambat laun berkembang banyak para elit yang memiliki multi penafsiran. Diawali datangnya sosok Prabu Anom Pengembara yang berasal dari Jepara dengan proses perjalanan religius hingga melakukan babat alas di Desa Tulungrejo, yang terkenal dengan nama Mbah Nur Wahid, lalu lahir kepala desa-kepala desa.
Dalam sejarah kepala Desa Tulungrejo pertama adalah Imam Puro yaitu putra dari Mbah Nur Wahid. Dan nama Desa Tulungrejo diambil dari wasiat Mbah Nur Wahid, "Suatu saat kalau desa ini ramai atau Ramainya Jaman tempat ini diberi nama Tulungrejo."
Pendek cerita, dengan adanya kelompok masyarakat, muncullah dari kalangan tokoh agama yaitu KH. Ahmad Yazid, yang belajar di Pondok Pesantren di Majalengka. Setelah belajar di sana beliau kembali ke Pare dan mendirikan Pondok 'Darul Falah' yang terletak di desa Tulungrejo. Beliau memberikan beberapa ilmu pengetahuan kepada santri-santrinya terutama ilmu agama Islam, ilmu budaya, dan ilmu bahasa, kelebihan beliau adalah dalam ilmu bahasa, antara lain bahasa Arab, Inggris, Perancis, Jepang, Mandarin, korea, dan beberapa bahasa yang lain.
Beliau tinggal di sekitar pondok Darul Falah bersama keluarganya dan didampingi dengan seorang istri yang bernama Siti Mariyam.
Hingga pada suatu hari datang seorang santri dari Gontor Ponorogo, untuk berguru kepada Mbah Yazid (sebutan beliau di pondok Darul Falah), sekaligus belajar bahasa Inggris. Santri tersebut adalah Moh. Kalend O. (Mr. Kalend - pendiri sekaligus pemilik BEC Pare Kediri).Otobiografi Mr. Kalend berasal dari Tenggarong Samarinda Kalimantan Timur. Sebelum menimbah ilmu di Gontor, beliau bekerja di hutan sebagai penebang hutan, itu semua karena tuntutan dan takut hidup. Menebang dan memanggul kayu besar adalah pekerjaan beliau dalam kesehariannya. Kata beliau jika manusia takut hidup, manusia akan bergerak kepada yang lebih baik, bahkan ke tingkatan yang terbaik. Mungkin dari kata itulah beliau bertekad untuk hidup lebih mapan, sehingga pergi meninggalkan Tenggarong untuk belajar di salah satu tempat yang menjadi impian beliau. Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo beliau berlabuh utuk belajar.
Setelah belajar beberapa waktu di Gontor, beliau mempunyai impian besar untuk belajar bahasa. Dan akhir beliau mencari informasi dimana beliau belajar bahasa, terutama bahasa Arab dan Inggris. Kemudian beliau dapat informasi tentang seorang guru bisa membimbing beliau menguasai bahasa Arab ataupun Inggris. Beliau berkelana ke Pare menuju pondo Darul Falah. Di sana beliau menemui KH. Ahmad Yazid dan meminta ijin untuk menjadi muridnya.
Selama di Pare Mr. Kalend tinggal di Masjid Darul Falah. Keseharian beliau belajar dan menyapu masjid sampai beliau menyerap ilmu yang diberikan oleh Mbah Yazid.
Suatu ketika ada dua orang mahasiswa dari IAIN Sunan Ampel Surabaya ke pondok Darul Falah untuk bertemu Mbah Yazid, dengan tujuan belajar bahasa Inggris. Karena mereka harus menyelesaikan tugas bahasa Inggris yang didapat dari kampusnya. Mereka membawa 350 soal bahasa Inggris dan harus selesai dalam 5 hari, paham dan bisa mengerjakannya. Tapi sayang, saat itu Mbah Yazid sedang ada diluar kota atau tidak ada di pondok, mereka hanya bertemu istri Mbah Yazid. Lalu istri Mbah Yazid menyuruh mereka untuk belajar kepada orang yang menyapu masjid. Maka istri Mbah Yazid memanggil Moh. Kalend Osen dan meminta agar Mr. Kalend membantu dua orang tersebut. Dan Mr. Kalend menuruti permintaan istri Mbah Yazid untuk membantu dua orang mahasiswa itu dalam mengerjakan soal sebanyak 350 soal. Dan hasil yang dicapai mereka tidak mengecewakan, mereka mendapatkan nilai baik, bahkan sangat baik. Mereka akhirnya lulus ujian untuk masuk S2 dengan mudah. Sehingga terjadi perkembangan informasi dari mulut ke mulut dan menjadi tersebar bahwa di pondok Darul Falah Pare merupakan tempat belajar bahasa.
Dengan berjalannya waktu pada tahun 1978 Mr. Kalend menikah dengan seorang santriwati bernama Siti Fatimah (anak angkat seorang kamituwo dusun Singgahan desa Pelem). dan kemudian Mr. Kalend meminta restu gurunya Mbah Yazid untuk mendirikan Kursus Bahasa Inggris dengan nama Basic English Course. Dan BEC (orang menyingkatnya) berdiri pada tanggal 15 Juni 1977. Sejak tahun tersebut beliau mengabdikan diri pada masyarakat melalui pendidikan. Melalui bantu istri dan saudara-saudara istri beliau, BEC berkembang pesat dan menjadi terkenal di seluruh penjuru Indonesia, bahkan ke luar negeri. Alumni BEC meluas di seluruh Nusantara. Dengan keberhasilan Mr. Kalend mendidik murid-muridnya, banyak murid beliau yang mengikuti jejaknya membuka dan mendirikan kursus di sekitarnya dengan berbagai gaya, cara dan konsep pembelajaran yang berbeda-beda. Banyak tempat kos bermunculan, bahkan warung makan, PKL, biro jasa, pertokoan, dan tempat penyewaan sepeda ontel. Dari keberagaman usaha inilah, masyarakat dua desa ini berkembang kesejahteraannya hingga saat ini.
Dari siapa nama Kampung Inggris di dapat? Nama Pare sangat fenomenal dengan nama Kampung Inggris yang tidak lahir dari sang pioner. Kampung Inggris awalnya hanya julukan yang diberikan oleh beberapa media (sebut saja wartawan). Karena banyak orang yang belajar bahasa Inggris dan mempraktekkannya. Banyak yang menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya.
Inilah sekilas sejarah Kampung Inggris. Kalau ada kesalahan kami harap diperbaiki.
Berbicara tentang Kampung Inggris tidak lepas dari kronologis atau dilatar-belakangi sejarah keberadaannya yang muncul secara alamiah dari keberadapan dan proses sosialogi antropologi manusia dalam memperrtahankan kehidupan dengan cara menyebarkan pengaruh dalam kehidupan masyarakat baik berupa paham, budaya, norma dan keyakinan hingga tercipta beberapa kelompok-kelompok masyarakat, pada masanya ada kalangan santri, abangan, dan petani.
Lambat laun berkembang banyak para elit yang memiliki multi penafsiran. Diawali datangnya sosok Prabu Anom Pengembara yang berasal dari Jepara dengan proses perjalanan religius hingga melakukan babat alas di Desa Tulungrejo, yang terkenal dengan nama Mbah Nur Wahid, lalu lahir kepala desa-kepala desa.
Dalam sejarah kepala Desa Tulungrejo pertama adalah Imam Puro yaitu putra dari Mbah Nur Wahid. Dan nama Desa Tulungrejo diambil dari wasiat Mbah Nur Wahid, "Suatu saat kalau desa ini ramai atau Ramainya Jaman tempat ini diberi nama Tulungrejo."
Pendek cerita, dengan adanya kelompok masyarakat, muncullah dari kalangan tokoh agama yaitu KH. Ahmad Yazid, yang belajar di Pondok Pesantren di Majalengka. Setelah belajar di sana beliau kembali ke Pare dan mendirikan Pondok 'Darul Falah' yang terletak di desa Tulungrejo. Beliau memberikan beberapa ilmu pengetahuan kepada santri-santrinya terutama ilmu agama Islam, ilmu budaya, dan ilmu bahasa, kelebihan beliau adalah dalam ilmu bahasa, antara lain bahasa Arab, Inggris, Perancis, Jepang, Mandarin, korea, dan beberapa bahasa yang lain.
Beliau tinggal di sekitar pondok Darul Falah bersama keluarganya dan didampingi dengan seorang istri yang bernama Siti Mariyam.
Hingga pada suatu hari datang seorang santri dari Gontor Ponorogo, untuk berguru kepada Mbah Yazid (sebutan beliau di pondok Darul Falah), sekaligus belajar bahasa Inggris. Santri tersebut adalah Moh. Kalend O. (Mr. Kalend - pendiri sekaligus pemilik BEC Pare Kediri).Otobiografi Mr. Kalend berasal dari Tenggarong Samarinda Kalimantan Timur. Sebelum menimbah ilmu di Gontor, beliau bekerja di hutan sebagai penebang hutan, itu semua karena tuntutan dan takut hidup. Menebang dan memanggul kayu besar adalah pekerjaan beliau dalam kesehariannya. Kata beliau jika manusia takut hidup, manusia akan bergerak kepada yang lebih baik, bahkan ke tingkatan yang terbaik. Mungkin dari kata itulah beliau bertekad untuk hidup lebih mapan, sehingga pergi meninggalkan Tenggarong untuk belajar di salah satu tempat yang menjadi impian beliau. Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo beliau berlabuh utuk belajar.
Setelah belajar beberapa waktu di Gontor, beliau mempunyai impian besar untuk belajar bahasa. Dan akhir beliau mencari informasi dimana beliau belajar bahasa, terutama bahasa Arab dan Inggris. Kemudian beliau dapat informasi tentang seorang guru bisa membimbing beliau menguasai bahasa Arab ataupun Inggris. Beliau berkelana ke Pare menuju pondo Darul Falah. Di sana beliau menemui KH. Ahmad Yazid dan meminta ijin untuk menjadi muridnya.
Selama di Pare Mr. Kalend tinggal di Masjid Darul Falah. Keseharian beliau belajar dan menyapu masjid sampai beliau menyerap ilmu yang diberikan oleh Mbah Yazid.
Suatu ketika ada dua orang mahasiswa dari IAIN Sunan Ampel Surabaya ke pondok Darul Falah untuk bertemu Mbah Yazid, dengan tujuan belajar bahasa Inggris. Karena mereka harus menyelesaikan tugas bahasa Inggris yang didapat dari kampusnya. Mereka membawa 350 soal bahasa Inggris dan harus selesai dalam 5 hari, paham dan bisa mengerjakannya. Tapi sayang, saat itu Mbah Yazid sedang ada diluar kota atau tidak ada di pondok, mereka hanya bertemu istri Mbah Yazid. Lalu istri Mbah Yazid menyuruh mereka untuk belajar kepada orang yang menyapu masjid. Maka istri Mbah Yazid memanggil Moh. Kalend Osen dan meminta agar Mr. Kalend membantu dua orang tersebut. Dan Mr. Kalend menuruti permintaan istri Mbah Yazid untuk membantu dua orang mahasiswa itu dalam mengerjakan soal sebanyak 350 soal. Dan hasil yang dicapai mereka tidak mengecewakan, mereka mendapatkan nilai baik, bahkan sangat baik. Mereka akhirnya lulus ujian untuk masuk S2 dengan mudah. Sehingga terjadi perkembangan informasi dari mulut ke mulut dan menjadi tersebar bahwa di pondok Darul Falah Pare merupakan tempat belajar bahasa.
Dengan berjalannya waktu pada tahun 1978 Mr. Kalend menikah dengan seorang santriwati bernama Siti Fatimah (anak angkat seorang kamituwo dusun Singgahan desa Pelem). dan kemudian Mr. Kalend meminta restu gurunya Mbah Yazid untuk mendirikan Kursus Bahasa Inggris dengan nama Basic English Course. Dan BEC (orang menyingkatnya) berdiri pada tanggal 15 Juni 1977. Sejak tahun tersebut beliau mengabdikan diri pada masyarakat melalui pendidikan. Melalui bantu istri dan saudara-saudara istri beliau, BEC berkembang pesat dan menjadi terkenal di seluruh penjuru Indonesia, bahkan ke luar negeri. Alumni BEC meluas di seluruh Nusantara. Dengan keberhasilan Mr. Kalend mendidik murid-muridnya, banyak murid beliau yang mengikuti jejaknya membuka dan mendirikan kursus di sekitarnya dengan berbagai gaya, cara dan konsep pembelajaran yang berbeda-beda. Banyak tempat kos bermunculan, bahkan warung makan, PKL, biro jasa, pertokoan, dan tempat penyewaan sepeda ontel. Dari keberagaman usaha inilah, masyarakat dua desa ini berkembang kesejahteraannya hingga saat ini.
Dari siapa nama Kampung Inggris di dapat? Nama Pare sangat fenomenal dengan nama Kampung Inggris yang tidak lahir dari sang pioner. Kampung Inggris awalnya hanya julukan yang diberikan oleh beberapa media (sebut saja wartawan). Karena banyak orang yang belajar bahasa Inggris dan mempraktekkannya. Banyak yang menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya.
Inilah sekilas sejarah Kampung Inggris. Kalau ada kesalahan kami harap diperbaiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar